Manajemen Keuangan: Melindungi Orang Lain Yang Berbuat Curang dan Lalai Atas Nama Sedekah
Saya suka menyimak konten yang diposting sama Pak Win #hahkokgitusih. Konten-konten yang beliau posting sering membuka wawasan tentang manajemen keuangan, bisnis, pekerjaan, investasi sehingga banyak membuka wawasan mengenai darkside pengusaha, karyawan nakal, dan teman yang memanfaatkan kebaikan kita. Jadinya, kita nggak jadi orang yang polos-polos amat. Yuk, kita obrolin.
Ada satu konten yang ingin saya ceritakan kali ini. Kontennya dapat ditonton dalam video ini.
Inti cerita dari videonya, ada
seorang bapak-bapak konglomerat (sebut saja Pak X) yang punya deposito
mendekati 1 triliun rupiah. Bapak ini punya kebiasan untuk mengamati pemasukan
dan pengeluarannya.
Ia mengontrolnya secara rinci. Baik
untuk kepentingan pribadi hingga bisnis. Bahkan ada sebuah scene
video nyebutin kalau Pak X meminta
uang kembalian yang kurang sepuluh ribu rupiah waktu makan di sebuah restoran.
Yang saya tangkap, poin utama
dari video ini membahas pentingnya manajemen keuangan. Karena pengalaman hidup
di masa lalu yang keras, menjadikan Pak X bersikap keras terhadap diri sendiri.
Manajemen keuangan yang baik bisa
menjadikan Pak X bisa mengontrol keuangannya dan punya deposito sebanyak itu.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa memutuskan untuk menginjak pedal gas
atau rem dalam belanja dengan melihat kondisi keuangan kita. Kalau gas terus ya
jebol, kalau rem terus ya nggak
jalan.
Sekecil apapun pengeluaran harus
dicatat. Karena akumulasi pengeluaran yang kecil namun bocor terus-menerus bisa
jadi pengeluaran besar yang merugikan. Saya rasa gitu ya manajemen keuangan yang mau dibahas Pak Win dalam video
itu.
Ada pro dan kontra di kolom
komentar. Tapi, saya menemukan banyak sekali komentar yang malah membahas perkara
lain, misal mengenai sedekah, jangan tertipu dunia, jangan pelit, harta nggak dibawa mati, dan lainnya. Kemudian
mereka menjelaskan ajaran agama agar fokus ke akhirat.
Komen para netizen
Mari kita lihat beberapa
komentarnya ya.
1. Komen Pertama dan balasan lainnya.
2. Komen Kedua dan Seterusnya
Komen yang senada gambar di atas masih banyak. Saya sebenarnya ngerasa gemes. Tapi berusaha menahan diri.
Saya sendiri ingin membahas
komentar-komentar itu sebagai refleksi diri dan kontemplasi:
1. Uang kembalian kurang =
menahan hak orang lain. Memakan hak orang ain yang bikin milik kita artinya
curang. Bukannya itu malah dosa dan haram ya di dalam ajaran agama?
Sedekah ya sedekah. Hak ya hak.
Kewajiban memberikan hak orang lain ya kewajiban. Jangan dicampur aduk.
2. Bedakan antara mengigatkan kecurangan
dengan sedekah. Dan banyakbanget
orang yang secara nggak langsung
menormalkan kecurangan dan melindunginya atas nama ikhlas dan sedekah. Contoh, “Halah, orang 10 ribu aja. Ikhlasin aja buat
dia. Itung-itung sedekah. Pelit banget sih”
Orang yang ngasih kembalian kurang bisa saja merasa dilindungi kan?
3. Sekecil apapun pengeluaran
dicatat, diawasi, dan diamati = pelit? Ini dasar darimana ya. Asumsi yang dipaksakan ke orang lain
saya rasa.
Kalau banyak komen yang membahas
agama di dalam video tersebut, oke kita bahas dari segi agama. Dalam Islam
misalnya, setiap perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawaban. Bahkan ada
hadits yang menyatakan, kaki seorang muslim tidak akan bergeser di yaumul hisab atau hari perhitungan (hari
kiamat) hingga ia ditanya untuk apa hartanya digunakan.
Manajemen keuangan secara tidak
langsung mengajarkan kita untuk mempertanggungjawabkan uang kita berasal dari
mana (halal atau haram), digunakan untuk apa (maksiat atau tidak),
bermanfaatnya sebesar apa (mubadzir
atau tidak), bagaimana cara memanfaatkaannya, dan lainnya. Bukannya malah bagus ya kalau seperti itu?
Sebenarnya sah-sah aja sih berpendapat di video itu. Namun
pendapat mereka terkadang justru menyalahkan pendapat yang berbeda dengan
pendapat mereka.
4. Saat sesi diskusi dengan teman-teman
pelaku usaha, kami menemui bahwa salah satu masalah usaha mikro adalah
manajemen keuangan. Contoh, warung makanan yang mengambil uang penjualan buat
jajan anaknya tanpa adanya pencatatan. Sikap seperti itu yang sering
menyebabkan uang penjualan kurang tanpa tahu kemana larinya.
5. Dari sudut pandang agama,
Islam misalnya, menjadi kaya itu hukumnya bisa haram, boleh, dan wajib. Haram
jika kekayaan itu diniatkan untuk keburukan, boleh jika kekayaan tersebut tidak
digunakan untuk bermaksiat, wajib jika kekayaan tersebut digunakan untuk
menyelamatkan diri dari meminta-minta dan menolong orang yang benar-benar
membutuhkan.
6. Dari komen-komen tersebut saya
belajar agar membahas sesuatu berdasarkan konteksnya. Agar ilmu bisa masuk, pembahasan
bisa fokus, dan dapat diambil hikmahnya.
Hindari Memaksakan Pendapat
Terkadang tanpa sadar, kita
memaksakan pendapat ke orang lain. Kita berasumsi bahwa nilai yang kita pegang
adalah ajaran paling benar. Apa salah? Enggak. Justru haru yakin dengan
keyakinan masing-masing.
Silakan saja menganggap ajaran
sendiri paling benar, tapi jangan paksakan pada orang lain agar ikut dengan
nilai-nilai kita. Kalaupun dengan sesama muslim misalnya, seorang A kontra
dengan video di atas dan bilang jangan pelit. A merasa dirinya adalah seorang
dermawan dan melihat Pak X orang pelit. Masa
uang 10 ribu aja diminta padahal uangnya triliunan.
Sementara seorang lainnya, B
misalnya, melihat dari sudut pandang berbeda. B melihat bahwa hak dan sedekah
itu dua hal berbeda. Karena B terus memperbarui ilmu agama dan direlevansikan
dengan perkembangan zaman, B melihat bahwa perhitungan dan sedekah adalah dua
hal yang mesti dipisahkan karena sejatinya Allah juga memperhitungkan segala
hal.
Seperti yang dikatakan Uchiha
Itachi,
“Semua orang hidup terikat dan bergantung pada pengetahuan atau persepsinya sendiri, itu disebut kenyataan. Tetapi pengetahuan atau persepsi itu sesuatu yang samar. Bisa saja kenyataan itu hanya ilusi, semua orang hidup dalam asumsi”
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar